Keadilan, Keseimbangan, dan Tantangan Keberagamaan Kita
Prof. Sodik juga mengkritisi praktik keberagamaan yang menurutnya kian problematik. Ia menilai, dalam sejumlah konteks, agama justru direduksi menjadi instrumen legitimasi moral. Alih-alih menjadi kekuatan etik untuk mencegah bencana sosial dan ekologis, agama kerap dipakai untuk membenarkan praktik-praktik yang sejatinya merusak.
“Yang seharusnya dihindari adalah bencananya, tetapi yang terjadi justru negosiasi moral dengan bungkus kemaslahatan. Padahal substansinya tetap bermasalah”.
Dalam logika semacam itu, bahasa kebaikan berubah menjadi selubung etis yang memutihkan praktik destruktif.
Jika pola ini terus dinormalisasi, yang lahir bukanlah toleransi publik yang autentik, melainkan ilusi moral kolektif yang diproduksi dan direproduksi secara sistematis.
“Peluncuran buku ini diharapkan menjadi ruang refleksi kritis bagi masyarakat luas, khususnya kalangan akademisi dan aktivis, untuk kembali menautkan kesuksesan personal dan pembangunan nasional dengan nilai keadilan sosial serta keberlanjutan lingkungan,” Prof Sodik mengakhiri paparannya.