Pemunculan kembali kecurigaan Islam dan negara di Indonesia, diiringi munculnya gerakan takfiri. Perang madzhab, dekonstruksi madzhab. Maka muncul isu “Radikalisme, Deradikalisasi, dan Stigmatisasi” dengan mengambil porsi 13%. Narasi “Islam Inklusif atau Islam Rahmatan Lil álamiin”, diterpedo oleh pemikiran Islam Radikal dan ekslusif. Isu ini diiringi imbangannya berupa kontra narasi dalam bentuk “Moderasi Beragama dan Respon Umat” – 12%.
Perang madzhab dan perang “manhaj” gerakan, memicu perang Dakwah Digital dan Perang Narasi. Masing-masing memperebutkan ceruk pasar ummat dengan menyudutkan pandangan keagamaan satu sama lain. Jumlah porsinya tidak main-main. 10% dari energi ummat tergerus soal isu ini.
Berdasarkan data-data itu, gerakan ummat Islam era reformasi esensinya perulangan dari komplikasi internal keumatan tahun 70-an dan sebelumya. Pada era 80-an dan 90-an. Cak Nur telah membangun kesadaran Islam dan modernisme, islam inclusive, peradaban madani. Di terpedo oleh isu-isu tradisional yang jauh sebelumnya terbukti menjadi pemicu kumparan pertengkaran internal ummat.
Adi Sasono mengusung gerakan Islam transformatif. Bagaimana “islamic value” dijadikan spirit dalam mentransformasikan kesadaran ummat untuk lepas dari ketertinggalan ekonomi dan pendidikan. Maka ia membuat gerakan kebangkitan UKM.
Prof. Dawam Rahardjo dengan gigih memperjuangkan perbaikan manajemen ekonomi ummat melalui justifikasi akademik yang kuat. Ia inisiator gagasan Baitul Mal Watt Tamwil, justifkator intelektual ide Bank Syariah, dan gerakan ekonomi ummat yang lain. Gerakan-gerakan itu menjadi penyempurnaan gerakan kompilasi hukum Islam untuk diterapkan sejajar dalam sistem hukum di Indonesia.