Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 04/05/2025
Dedi Mulyadi, populer dengan sapaan KDM. “Kang Dedi Mulyadi”. Kini ia Gubernur Jawa Barat. Viral oleh gagasan-gagasan dan program anti mainstreamnya. Minggu-minggu ini sepak terjangnya menggeser dua isu besar: tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Jokowi dan “Petisi Copot Wapres” oleh Purnawirawan TNI.
Bagaimana ia begitu viral. Inisiatifnya disambut luas masyarakat bawah. Walau harus berhadapan dengan “kemarahan kaum statusquo dan elitisime birokrat” beserta kaki tangannya. Kita harus mempelajari, mencermati, menelaah bagaimana ia di tempa atau bagaimana ia menempa diri. Sehingga ia muncul sebagai figur anti mainstream. Ia bukan tipikal figur instan yang terbentuk tiba-tiba. Pasti ada sebabnya karakter kepemimpinan seperti KDM pada akhirnya terbentuk.
KDM ditempa kaderisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bukan saja sebatas ikut pelatihan kader. Ia pernah meraih posisi Ketua Cabang. Cabang kecil: Purwakarta. Tradisi HMI yang sangat kompetitif menjadikan posisi itu tidak mudah diraih. Harus melalui kompetisi yang ketat.
Organisasi itu memiliki doktrin mission yang harus dijalankan kader-kadernya. Ialah turut serta mewujudkan Indonesia adil-makmur, berdasarkan Pancasila yang diridhai Allah Swt. Ialah doktrin pembangunan peradaban dalam konteks ke-Indonesiaan dan Ke-Islaman.
Maka perkaderan di HMI ditujukan membentuk “kader cita”. Juga disebut “Insan Cita”. Ialah insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Begitu kata doktrin organisasi itu.