Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 14/05/2025
Reputasi Presiden ke-7 RI, Joko Widodo sengaja dirusak isu ijazah. Lembaga-lembaga resmi menyatakan ijazah yang dimilikinya asli: UGM & Kepolisian. Pernyataan itu tidak dipercaya penghujatnya.
Para penghujat menyenderakan dirinya pada doktrin: “ijasah Jokowi pasti palsu, kemungkinan sebaliknya harus diingkari”. Doktrin itu menggiring pada nalar logis: “isu ijazah hanyalah instrumen politik”. Untuk merusak reputasi, heritage atau eksistensi politik pihak-pihak yang didukung Jokowi.
Tampak tidak ada dorongan moral idealis dalam kasus ini. Tercermin dari kesengajaan pengingkaran atas lembaga-lembaga resmi itu. Lembaga kredibel dan memiliki legal standing menyatakan keaslian tidaknya ijazah. Para penghujat mendeklarasikan kebenarannya sendiri. Mengabaikan kemungkinan kebenaran sebaliknya.
Lantas apa motivasi dibalik tudingan ijazah palsu itu?. Kita bisa mereka-rekanya saja. Bahwa muaranya ada pada kontestasi pilpres 2029. Isu ijazah merupakan perata jalan perebutan kandidasi 2029 itu.
Jokowi masih didukung public trust, kepercayaan publik. Ia memiliki jutaan pendukung sunyi. Tidak gaduh di medsos, akan tetapi efektif di bilik suara. Jokowi juga masih menjadi figur penting dalam kandidasi masa depan, pada sosok Gibran. Putranya. Kini ia masih menempati ruang istimewa dalam rezim Presiden Prabowo. Tidak menepi dan “madeg pandito”.
Kalkulasi sederhana: Gibran masih akan potensi sebagai kandidat cawapres 2029. Jika Prabowo berhalangan, tidak mencalonkan lagi, Gibran bisa menjadi kandidat presiden. Posisi inilah yang sedang diruntuhkan para pengusung isu ijazah palsu Jokowi.