Visi idiologi generasi 98 dibentuk oleh dialektika P4. Penataran-penataran P4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Sebuah generasi yang diajarkan bagaimana menjabarkan Pancasila dalam semua sendi kehidupan. Bagaimana seharusnya standar bernegara. Target-terget kebangsaan.
Lahirlah tuntutan perluasan demokratisasi. Sistem otoritarian perlu direvisi. KKN harus dimusui. Otonomi daerah harus diterapkan.
Berbeda dengan gerakan massa pada hari-hari ini. Sebuah generasi yang memori dielaktikanya dibentuk oleh kontestasi pileg, pilkada, pilpres. Berlangsung hampir tiga dekade, sejak reformasi 98.
Referensinya pragmatis. Bagaimana memenangkan dirinya atau kelompok politiknya dalam momen-momen politik. Maka lahirlah generasi pragmatis. Bukan idiologis. Wajar jika tidak mampu merumuskan agenda gerakan bersama yang bersifat idiologis.
Di tengah-tengah kompetisi pragmatis itu meyeruak kelompok-kelompok kecil berbasis keagamaan. Non Parpol. Ada varian eks FPI. HTI. Salafi-Wahabi. Semuanya memiliki pijakan paham keagamaan yang beragam. Semua ingin menitipkan pesan keagamannya melalui momentum-momentum politik. Perbedaan paham keagamaan itu pada titik tertentu tidak bisa dikompromikan. Menjadikan sebuah gerakan bersama menjadi mudah retak.
Ada tiga tantangan besar yang sebenarnya bisa menjadi perekat gerakan pada masa saat ini. Kita sebut saja “Tritura Gen Z”. Tiga tuntutan rakyat pada era generasi Z. 1. Kembalikan Fungsi MPR dan GBHN. 2. Sahkan RUU perampasan aset koruptor. 3. Buat dan sahkan UU Anti Dinasti Politik.
Fungsi MPR sebagai pemegang kedaulatan (locus of power) harus dikembalikan. Tugasnya merumuskan dan menetapkan GBHN. Melantik presiden. Menghentikan presiden jika diputus MK bersalah.