Kenapa the big five itu bertahan?. Kita telaah satu persatu.
PKB diuntungkan dua hal. Pertama, ia bersisiran erat dengan basis massa NU. Sebuah ormas keagamaan bercorak inklusif, rahmatan lil áalamiin. Konsistensi terhadap khasanah keilmuan ke-Islaman klasik dengan jalan moderatnya, diminati banyak orang sebagai pilihan sikap keagamaan. Dinilai otoritatif. Kedua, nasionalisme NU bertaut erat dengan nasionalisme ke-Indonesiaan. Baginya NKRI dan Pancasila merupakan bentuk final. Menjadikan PKB sebagai partai ideal jika dikukur dari pemenuhan kebutuhan spiritualitas dan nasionalisme.
Bagaimana dengan Golkar?. Ia dikenal sebagai partai pragmatis. Daya cengkeram terhadap kekuasaan merupakan kelihaian utamanya. Memiliki infrastruktur mapan dan pengalaman sejarah panjang. Idiologinya menginduk pada idiologi negara. Pancasila.
Walaupun dikenal pragmatis, Golkar tidak tampak mengembangkan jalan pikiran lain selain implementasi idiologi negara. Sebagai idiologi peradaban bangsa ber-Tuhan. Golkar mampu memenuhi kebutuhan kesadaran nasionalisme dan tuntutan spiritualitas itu. Ditambah kekuatan SDM politiknya yang dikenal tangguh.
Pada lapis kedua ada PDIP-PKS-PAN. PDIP sebenarnya mirip dengan Golkar. Partai nasionalis dengan ketundukan pada Idiolagi negara. Bedanya PDIP menarik diri pada tafsir idiologi negara secara spesifik pada garis Idiologi Soekarno pada fase Indonesia embrional. PDIP menjadi tidak kosmopolit secara idiologi. Ditambah aliansi taktisnya dengan kaum kiri. Menjadikan PDIP bersfat segmented.
PKS memiliki idiologi religius ekslusif. Berbeda dengan komunitas keagaman mayoritas Indonesia. Faktor terakhir ini menjadi penghalang PKS tumbuh mayoritas sebagaimana Ikhwanul Muslmin di Mesir. Idiologinya bercorak transnasional. Ketulususannya bersinergi dengan nasionalisme Indonesia selalu dipertanyakan. Bahkan diragukan.