Terlepas mencuatnya BTP pada survei, terdapat lima titik lemah AB ketika mengikuti kontestasi pilkada 2024.
Pertama, residu konflik masa lalu. Kontestasi pilkada Jakarta 2017 menempatkan AB dalam pertentangan kuat dengan BTP. AB dinilai memainan politik aliran terlalu tajam. Ia dinilai anti pluralitas. Kekecewaan terhadapnya akan menemukan momentum pembalasan pada pilkada 2024.
Kedua, Jakarta batu loncatan politik. Akan muncul kekawatiran warga Jakarta, AB tidak serius membangun Jakarta pada periode kedua. Jabatan sebagai Gubernur akan dijadikan batu loncatan politik untuk kontestasi pilpres lima tahun mendatang. Sebagaimana ia tunjukkan pada periode pertamanya. Kekawatiran ini juga diungkap oleh Sudirman Said, sebagai mantan circle AB pada pilpres 2024.
Ketiga, redupnya pamor habaib. Kedzuriahannya pada rasulullah Muhammad Saw digugurkan tesis Kyai Imadudin dari Banten. Eksistensi politiknya hingar bingar ketika menumbangkan BTP tahun 2017. Kini sulit memperoleh kepercayaan rakyat sebagaimana dahulu. Juga tidak memperoleh momentum isu untuk menghantam BTP.
Keempat, terkuaknya bad image faktor selama pilpres. Perjanjian AB dengan Sandi. Anggapan “Pengkhiatannya” terhadap Prabawo dan AHY. Maupun kelemahan-kelemahan AB lainnya, akan dieksplorasi sedemikian rupa oleh lawan-lawannya. Terutama kubu BTP. Sekali lagi jika BTP tetap dimajukan.
Kelima, Aspek idiologis. Ia bernaung di bawah PKS sebagai motor. Berbeda tahun 2017 ketika ia didorong Gerindra. Sebagai komunitas religius puritan eklusif, keberadaan AB akan mudah disudutkan sebagai musuh bersama. Terutama soal kesetiaan nasionalisme.