NU, Ormas Masa Depan ?

Gerakan pendidikan NU melestarikan ajaran Islam bersanad. Sebuah rantai ajaran Islam sambung menyambung hingga Rasulullah Muhammad Saw., dan generasi salafus sholih. Tidak terintegrasi dengan lembaga-lembaga pendidikan formal. Sebelum akhirnya bermunculan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Institut Agama Islam yang disetarakan dengan pendidikan formal.

Output pendidikan pondok pesantren dan madrasah diniyah tidak bisa untuk melanjutkan ke sekolah formal atau bekerja pada institusi modern. Baik pemerintah maupun swasta. Itulah kenapa komunitas ini diberi label sebagai tradisionalis. Sebuah komunitas keagamaan yang anggotanya tidak adaptif dengan kemoderenan.

Selain gerakan pendidikan, NU melakukan gerakan kultural. Melalui sholawatan, yasinan, khataman Al-Qur’an, tahlilan, atau haul orang meninggal. Kegiatan-kegiatan ini membentuk kantong-kantong kultural. Menyebar hampir di semua wilayah.

Berbeda dengan Muhammadiyah. Sejak berdirinya mengusung tajdid, atau pembaharuan. Salah satu amal usahanya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal. Outputnya terintegrasi dengan institusi modern. Baik swasta maupun pemerintahan. Muhammadiyah juga mengembangkan rumah-rumah sakit maupun lembaga-lembaga usaha dengan manajemen modern.

Kelemahan Muhammadiyah terletak pada minimnya konten pendidikan ke-Islaman. Tergerus porsinya oleh asupan menu keilmuan modern. Corak pandangan keagamaan anggotanya menjadi berjarak dari sumber-sumber ke-Islaman klasik. Spirit ijtihad menjadikan pandangan keagamaan anggotanya heterogen. Maka mudah goyah ketika menghadapi infiltrasi gerakan manhaj keagamaan berbeda. Seperti masuknya Salafi-Wahabi ke Muhammadiyah.

Lihat juga...