PUTUSAN MK DAN PERLUNYA DETAIL ANTI NEPOTISME

Oleh: Abdul Rohman Sukardi (ARS)

Kedua fakta itu bisa menjadi alasan bahwa tidak ada keterkaitan antara putusan MK soal batas usia dengan kemungkinan pencawapresan Gibran.

Bagaimana dengan adanya nepotisme?. Seorang anak presiden aktif yang kemudian maju sebagai cawapres?.

Jika hal ini dikembalikan pada pertanyaan, “adakah kaitan antara perilaku nepotisme itu dengan penanganan perkara ambang batas capres dan cawapres di MK”. Tentu sulit menjawab keterkaitannya. Hanya bisa dijawab melalui pendekatan konspiratif belaka.

Jika menilik ketiga hal tersebut (materi putusan, proses penanganan perkara dan nepotisme putra presiden), polemik ini bisa diselesaikan dengan pengaturan lebih detail soal nepotisme. Pada era Orde baru, peraturan setingkat perda sudah mencatumkan klausul yang tidak membenarkan keluarga direktur utama sebuah BUMD hingga derajad ke tiga (anak dan cucu) untuk bekerja dalam satu institusi BUMD itu.

Untuk penyempurnaan demokrasi, maka diperlukan pembaharuran detail untuk pemberantasan nepotisme sebagaimana amanat reformasi. Seperti pembatasan jabatan ketua umum partai maksimal dua periode, masa keanggotaan DPR/MPR dua periode. Larangan bagi keluarga pejabat aktif (hingga derajad ketiga) untuk memasuki institusi publik yang dikawatirkan bisa memicu personal bias. Begitu pula dengan pengaturan-pengaturan anti nepotisme yang sejenis perlu disempurnakan.

Pengaturan anti nepotisme lebih penting dibanding dengan memperpanjang polemik soal putusan MK. Polemik ini hanya akan menjadi debat kusir tanpa solusi.

ARS (rohmanfth@gmail.com, Bangka-Kemang, Jakarta Selatan: 17-10-2023

Lihat juga...