Pengamat: Pola Pemberdayaan Desa Yayasan Damandiri Harus Terus Ditransformasi
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
YOGYAKARTA, Cendana News – Upaya pengembangan dan pemberdayaan desa yang dijalankan Yayasan Damandiri melalui program DCML dinilai sudah sangat tepat karena menganut prinsip atau model pemberdayaan berbasis ekonomi kerakyatan.
Lewat model pemberdayaan DCML tersebut Yayasan Damandiri dinilai cukup berhasil mengembangkan potensi sumberdaya di 15 desa binaan yang tersebar di berbagai daerah baik Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY maupun Jawa Timur.
Kepala Pusat Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Kerjasama (P3MK) Universitas Mercubuana Yogyakarta (UMBY), Awan Santosa menilai, strategi desa binaan memang menjadi salah satu cara dalam mendorong kolaborasi dan inovasi di tingkat desa.
Pasalnya untuk mewujudkan kolaborasi serta inovasi, dalam rangka pengembangan dan pemberdayaan desa berbasis ekonomi kerakyatan itu, hanya bisa dilakukan dengan melibatkan lembaga di luar desa, baik itu pemerintah, perguruan tinggi, maupun swasta.
Meski begitu, Awan menilai pola pemberdayaan desa lewat model desa binaan semacam ini harus terus ditransformasi.
“Selama ini inisiatif lebih banyak datang dari lembaga luar desa. Ini baik, tapi akan lebih baik lagi, jika inisiatif ini datang dari desa itu sendiri. Karena desa lah yang memiliki blue print pembangunan, memiliki anggaran hingga institusi,” katanya.
Menurut Awan, saat ini model atau strategi pengembangan dan pemberdayaan desa, khususnya dalam hal kolaborasi telah mengalami sejumlah transformasi. Yakni dari semula menganut sistem triplehelix, pentahelix dan terakhir telah berkembang menjadi heksahelix.
“Dalam sistem heksahelix, kolaborasi desa harus melibatkan setidaknya enam unsur lembaga. Yakni pemerintah, perguruan tinggi, swasta, lembaga keuangan, media masa, serta komunitas,” katanya.