Monumen Sebtu Legi, Sejarah Perjuangan Warga Dusun Kemusuk Melawan Belanda

Editor: Koko Triarko

Selanjutnya atas Surat Perintah Panglima Divisi III No. 4/5/cop. I tertanggal 1 Januari 1949 ,di perintahkan kepada tiga komandan wehrkreise (Letkol Moh. Bachrun, Letkol Sarbini, Letkol Seoeharto) di wilayah Divisi III supaya segera melancarkan serangan secara serentak pada tanggal 17 Januari 1949.

Serangan Umum malam hari yang keempat dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 1949, dengan markas komando di Segoroyoso dengan secara serentak menyerang pos-pos pertahanan pasukan Belanda yang ada di beberapa wilayah Yogyakarta.

Dan, puncaknya perlawanan dengan penjajah Belanda pada perang kemerdekaan adalah dilaksanakannya Serangan Umum pada pagi-siang hari pada tanggal 1 Maret 1949.

Perlawanan ini dikenal dengan perang semesta yang melibatkan seluruh komponen bangsa dari Tentara Nasional, Laskar pejuang, dari kalangan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga seluruh masyarakat Yogyakarta.

Serangan Umum 1 Maret 1949 di kenal juga dengan peristiwa 6 jam di Yogya di bawah kepemimpinan tiga tokoh bangsa, yaitu Panglima Jenderal Sudirman, Raja Ngayogyakarto Hadiningrat Sri Sulatn HB IX dan Letnan Kolonel Soeharto sebagai komandan Werhkreise III yang memimpin perlawanan di medan pertempuran.

Sejarah besar perlawanan semesta di Yogyakarta inilah yang kemudian diakuinya kedaulatan bangsa, kedaulatan rakyat Indonesia oleh dunia.

Setelah adanya Serangan Umum 1 Maret 1949, maka pasukan Belanda melakukan pembalasan ke wilayah sekitar Yogyakarta dan pada pembalasan ke arah barat menyisir dari kota menuju desa Kemusuk, untuk mencari pasukan pejuang di bawah kepemimpinan Soeharto.

Pada hari Jumlat kliwon (harinya sama dengan serangan pertama pasukan Belanda ke Dusun Kemusuk) tanggal 18 Maret 1949. Memang dalam pertempuran Serangan Umum 1 Maret 1949 di kota Yogyakarta, sekitar 300 korban kebanyakan penduduk tak berdosa menjadi korban serangan balasan penjajah Belanda.

Lihat juga...