Monumen Sebtu Legi, Sejarah Perjuangan Warga Dusun Kemusuk Melawan Belanda

Editor: Koko Triarko

Akibat serangan umum malam hari pertama ini, menjadikan pasukan Belanda melakukan aksi pembalasan dengan mulai melakukan pembersihan ke desa-desa pinggiran kota dan menuju Dusun Kemusuk, karena Belanda tahu kalau Soeharto adalah pemuda yang berasal dari dusun tersebut.

Pasukan Belanda masuk ke Dusun Kemusuk pada hari Jumat Kliwon, tanggal 6 Januari 1949.

Mereka datang melakukan penyisiran mencari para pejuang Soeharto dan pasukannya dengan menembak secara membabi buta di wilayah Kemusuk, dan terjadi perlawanan dari masyarakat di sana.

Peristiwa tersebut adalah sejarah tragis pertama masyarakat Desa Kemusuk, di mana pasukan penjajah menyerang desa kemusuk.

Beberapa korban pasukan penjajah Belanda pada waktu itu adalah Joyo Wigeno (Jagaboyo/kepala keamaan desa), yang diculik oleh pasukan Belanda  untuk menunjukkan di mana Soeharto berada.

Tapi karena tidak mau menunjukkan, maka Joyo Wigeno ditembak mati oleh pasukan Belanda.

Beberapa korban lain yang gugur akibat keganasan Belanda pada hari berikutnya, yaitu pada Sabtu Legi tanggal 7 Januari 1949 adalah:

Atmo Pawiro (45), ayah tiri Soeharto sekaligus ayah kandung Probosutedjo).

Kemudian Mangunsahar (45), Imandiharjo (50), Atmopawiro (50), Kartodimejo (50), Sastrowiharjo (45), dan 16 warga lainnya.

Pada hari tersebut, sebanyak 23 pejuang Kemusuk  gugur sebagai kusuma bangsa dalam perlawanan menghadapi penjajah Belanda.

Berikutnya pada tanggal 9 Januari 1949, Pasukan Letkol Soeharto melakukan Serangan Umum (Malam Hari) ke-2, berdasarkan Peritah Siasat Komd. Daerah III (Letkol Soeharto) No. 09/S/Co.P/49 tanggal 7 Januari 1949.

Saat itu telah muncul tanda perkenalan Janur Kuning diikat di pundak kiri, tangan kiri diacungkan ke atas dengan kata perkenalan “Mataram Menang “.

Lihat juga...