Kemarin Peringkat 1, Jabar Disalip Jatim Catat 431 Kematian

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Kasus aktualnya diduga jauh lebih tinggi, baik karena pemda sengaja menekan angka kematian resmi, tidak tercatat seperti kasus kematian suspek yang belum di-test PCR, maupun yang benar-benar tidak terdeteksi seperti kematian di luar RS dan kematian isolasi mandiri,” kata Yusuf saat dihubungi.

Ia menyebutkan bahwa angka kematian adalah indikator pandemi yang paling kredibel yang seharusnya menjadi indikator utama penanganan pandemi.

Tingkat kematian tinggi adalah hasil dari kombinasi penularan yang tinggi dan faskes yang terbatas. Tingkat penularan tinggi karena mobilitas masyarakat tidak terkendali dan dengan protokol kesehatan yang lemah.

“Menyedihkan sekali ketika indikator ini justru dihilangkan. Jika ada masalah kualitas data, ya diperbaiki, bukan justru malah dihapus,” tandasnya.

Dengan angka kematian yang tinggi, Yusuf menekankan bahwa pengetatan mobilitas di tiga daerah yang mencatatkan angka kematian tertinggi, harus terus dilakukan secara serius hingga pandemi terkendali.

“Perhatian khusus harus diberikan ke daerah pedesaan di mana nakes dan faskes terbatas sehingga banyak kasus kematian akibat covid-19 yang tidak terdeteksi. Penguatan puskesmas dan rekrutmen relawan di tingkat desa menjadi agenda krusial dalam jangka pendek,” tuturnya.

Yusuf menyatakan bahwa PPKM Level 4 adalah kebijakan yang belum optimal, juga terlambat diadopsi dan masih diterapkan dengan seadanya. Ia juga menyatakan banyak daerah yang tidak serius mengadopsi PPKM Level 4.

“Untuk benar-benar mengendalikan pandemi dan menekan angka kematian, kita perlu kebijakan karantina wilayah yang lebih serius diiringi dengan 3T (testing, tracing, treatment) dan perilaku 3M yang masif oleh masyarakat.

Lihat juga...