Ombudsman: RS Kolaps Sebabkan Tingginya Angka Kematian Covid-19
Editor: Koko Triarko
Pada akhirnya, banyak pelapor dari keluarga pasien kritis itu terpaksa melakukan isolasi mandiri tanpa bantuan dan perlengkapan yang memadai.
Sementara bagi pasien kritis non Covid-19, mereka terpaksa melakukan rawat jalan. Bahkan, ada juga pasien laka lantas yang melapor ke Ombudsman, dibantu mencari hingga rumah sakit ke empat karena rumah sakit-rumah sakit sebelumnya harus melakukan sterilisasi IGD sebelum bisa menerima pasien kritis laka lantas.
“Hal-hal tersebut yang menyebabkan angka kematian pasien di rumah sakit dan saat isolasi mandiri sangat tinggi, baik di wilayah Jakarta maupun penyangga,” imbuhnya.
Banyak pasien kritis yang baru mendapatkan ruangan isolasi setelah antre panjang dan sudah mengalami perburukan yang parah atau meninggal saat isolasi, karena kondisi mereka sudah sangat kritis.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta justru terus menambah fasilitas perawatan isolasi rujukan untuk menangani pasien Covid-19, dengan gejala ringan dan OTG.
“Pemerintah daerah penyangga di saat yang sama juga berusaha membangun rumah sakit darurat. Masalahnya, dengan wisma isolasi tersebut justru menyita tenaga kesehatan yang jumlahnya sangat terbatas, termasuk sarana dan prasarana yang semestinya bisa dipergunakan untuk pasien-pasien Covid-19 kritis yang mengalami perburukan,”ujarnya.
Ombudsman berpendapat, bahwa mencetak nakes tidaklah mudah, termasuk juga redistribusi nakes dari beberapa daerah non PPKM ke wilayah episentrum, karena potensi ledakan Covid-19 di wilayah nonepisentrum juga sangat mungkin terjadi.
Kepala daerah setempat juga pasti mengutamakan kesiapsiagan jika wilayah mereka berubah menjadi zona merah.