Lansia dan Perlakuan yang Tepat untuk Menjaganya
Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Dalam pelaksanaannya akan berkaitan dengan pelayanan kesehatan santun pada lansia di puskesmas dan usaha kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang mengintegrasikan posyandu, lansia dan posbindu untuk PTM (penyakit tidak menular),” ucapnya lagi.
Memasuki tahap kedua kelompok lansia yaitu pre-frail elderly atau lansia memasuki tahap kerentaan. Diperlukan langkah promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan tetap menjaga lingkungan positif yang juga harus didukung oleh layanan kesehatan yang mampu memutar balik atau memperlambat penurunan kapasitas lansia.
“Teknisnya, selain pelayanan kesehatan santun di puskesmas juga perlu diikuti dengan pelayanan geriatri terpadu dan harmonisasi siatem rujukan di tingkat yang lebih lanjut, yaitu rumah sakit,” kata Erna.
Pada tahap ketiga yaitu frailty elderly, di mana lansia sudah mengalami kerentanan dan terjadi penurunan kapasitas secara signifikan, maka pelayanan kesehatan yang dibutuhkan juga meningkat.
“Menjadi perawatan pada kondisi kronik yang lebih maju yang mampu mempertahankan kualitas hidup yang baik bagi para lansia. Dan sifatnya pun sudah perawatan jangka panjang,” ujarnya.
Tahap ketiga ini, juga memasukkan kelompok lansia berada pada situasi bencana yang membutuhkan pelayanan minimum kesehatan lansia.
“Perawatan jangka panjang ini, termasuk penguatan caregiver informal, pemenuhan caregiver formal, penyusunan standar atau regulasi perawatan jangka panjang dan perawatan paliatif yang dibutuhkan, walaupun hingga akhir hayat lansia,” ujarnya lagi.
Guru Besar Geriatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, M.Epid, FINASIM, menegaskan dengan meningkatnya jumlah lansia maka akan meningkat pula angka rasio ketergantungan lansia.