Wiwitan, Tradisi Petani Jelang Panen Mulai Tergerus Zaman
Editor: Makmun Hidayat
LAMPUNG — Puluhan tahun silam tradisi sebelum panen dengan membuat sesaji oleh petani di sawah masih kerap dilakukan. Kearifan lokal masyarakat berprofesi sebagai petani untuk ungkapan syukur itu bahkan nyaris punah.
Bonimin, petani warga Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan menyebut nyaris tidak ada lagi petani melakukan wiwitan.
Bonimin bilang wiwitan berasal dari arti kata wiwit atau awal. Secara harfiah makna itu diartikan sebagai waktu jelang panen. Namun bagi petani wiwitan mengandung intisari dari kehidupan akan adanya pemberi awal segala yang ada di bumi. Ungkapan yang dilakukan dengan rasa syukur pemberi kehidupan bagi petani padi. Tumbuhnya tanaman padi sejak dirawat hingga panen merupakan campur tangan Pencipta.
Tradisi wiwitan yang mulai tergerus zaman imbas modernisasi tidak menghalangi Bonimin melakukan wiwitan. Ia tetap melakukan kearifan lokal itu sebagai ungkapan syukur kepada Purwaning Dumadhi atau pemberi kehidupan. Dahulu kala bagi petani sang penjaga dan perlambang akan padi adalah Dewi Sri. Namun ia menyebut Tuhan Yang Maha Esa yang memberi rezeki melalui bulir padi.
“Hasil bumi yang petani peroleh akan dikembalikan dalam bentuk sesaji atau sajen dengan harapan bahwa rasa syukur manusia tersebut akan berbuah manis pada masa tanam berikutnya, ungkapan syukur masih diberi kesempatan untuk mendapatkan hasil panen,” terang Bonimin saat ditemui Cendana News, Minggu (9/5/2021).
