Rumah

CERPEN KRISHNA MIHARDJA

“RUMAH adalah kebebasan!” ucap lelaki itu saat memulai membangun rumah barunya di atas pesawahan yang seharusnya menjadi areal hijau.

“Sedangkan kita adalah manusia yang diciptakan sebagai kebebasan itu!” Mas Diar, nama lengkapnya Modiaro, meyakinkan istrinya.

Seperti halnya orang lain di negeri ini, Mas Diar juga akan mempertahankan keyakinannya itu dengan segala daya upaya pembenaran yang kadang sama sekali tidak benar.

“Rumah adalah papan atau ruang. Apa pun yang ada di dunia ini, sudah tercipta sekaligus dengan papannya,” kilahnya saat menjelaskan kepada istrinya.

“Ketika ruh mendapatkan rumahnya, raganya, terciptalah manusia,” ucap Mas Diar. “Ketika manusia menginginkan rumah sederhana, awalnya mereka menempelkan daun-daun ke tubuhnya, lalu kulit binatang.Ketika manusia menginginkan lebih dari sekadar rumah, mereka berlindung di dalam gua-gua. Dan kita, harus segera membangun rumah untuk melindungi kebebasan kita!”

Rumah tak begitu luas itu akhirnya terbangun di tengah pesawahan, di tepi jalan satu-satunya dari kampung yang ditinggali sebelumnya menuju jalan kabupaten yang menghubungkan dua kecamatan.

Sebuah bangunan yang hanya terdiri dari dapur, kamar mandi, dua ruang tidur, ruang tamu, dan teras yang agak sempit.

“Inilah kebebasan kita!” ucap Mas Diar saat pertama menghuni rumah itu. “ Dan, yakinlah, kita lebih memiliki kebebasan dari rumah-rumah di kampung itu.”

“Maksudnya?” tanya istrinya.

“Sepanjang kita di dalam rumah ini, kita bisa melakukan apa pun!” ucap Mas Diar menatap istrinya dengan nakal. “Kau boleh saja lari-lari telanjang dari kamar tamu ke kamar mandi! Kebebasanmu hanya terbatasi oleh kebebasanku! Demikian pula sebaliknya. Itu saja. Kita boleh begini, boleh begitu, boleh di sini, boleh di sana!”

Lihat juga...