Pergi

CERPEN BERNANDO J. SUJIBTO

“KENAPA orang-orang tua suka pergi jauh, Bha’?”

Obha’, saudara tertua Bapak, mengernyitkan dahi. Tanpa banyak cakap ia langsung menarikku ke atas kuda, “Ayok, kamu diminta segera pulang. Ibu dan nenekmu sudah menunggu.”

Sebenarnya, aku mulai kerasan berlama-lama tinggal di rumah kelahiran Bapak. Tetapi setelah penguburan Bapak selesai, sudah melewati 40 harinya, aku diminta untuk pulang ke rumah di kampung ibuku, Tanggulun.

Bapakku membangun sebuah rumah mungil di sana. Meski pendatang dari kabupaten berbeda, dia sudah menjadi bagian dari kampung Tanggulun, menikah dan menetap di Tanggulun selama 30 tahun.

Tetapi karena permintaannya sendiri agar dikubur di tanah kelahirannya di kampung Tareta, 15 kilo meter dari kampung Tanggulun, keluarga ibuku merelakannya meski dengan berat hati.

Di atas pelana kuda, aku mengingat nama-nama saudaraku yang sudah tua dan tiba-tiba menghilang dari kampung, pergi ke kota, bahkan ke luar negeri.

Mereka yang pergi merantau rata-rata laki-laki, seusia Bapakku dan banyak jauh lebih muda, masih bujangan. Tetapi aku menyebutnya orang tua, karena mereka lebih tua dariku.

Aku tidak paham sama sekali apa yang mereka cari dan kerjakan di luar sana. Setiap kutanya ibuku, dia selalu menjawabnya dengan satu kalimat, “Mereka kerja mencari uang.”

Aku melongo. Uang apa yang mereka cari? Di kampung bisa menanam jagung, ubi, atau tembakau. Aku saja bisa mengumpulkan uang dari jutolan, kerja menggarap rajangan tembakau ketika musim kemarau.

Dari situ aku bisa membeli sepeda, sarung dan kopiah. Apalagi yang dicari orang-orang tua itu?
Aku tidak percaya mereka benar-benar mencari uang.

Lihat juga...