Mengompos, Cara Mudah Jaga Bumi dan Bermanfaat

Editor: Koko Triarko

“Kebetulan saat ini saya tinggal di Jepang, di sebuah apartemen. Meski demikian, dengan keterbatasan lahan atau tempat tersebut, untuk mengurangi minat saya mengompos. Justru ini juga menjadi kegiatan yang menarik, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” terangnya.

Dipaparkan, untuk membuat pupuk kompos, yang diperlukan hanya wadah tertutup, serta sisa atau sampah organik dari rumah tangga, seperti sisa sayuran, air cucian beras, sisa nasi, kulit buah, hingga dedaunan.

“Semua bahan sampah organik tersebut, saya campur jadi satu dalam wadah, kemudian diberi starter untuk merangsang munculnya mikroorganisme dan ditutup rapat. Sudah begitu saja, nanti ditunggu hingga terjadi proses fermentasi dan menjadi pupuk kompos,” terangnya.

Dipaparkan, pengalaman pertama sewaktu membuat kompos, Ryka mengaku tidak memiliki starter atau pemicu mikroorganisme. Meski demikian, dirinya tidak kehilangan akal.

“Caranya dengan mencampur tanah, sebagai starter, sebab pada intinya residu sampah organik, ketika ketemu tanah, itu sudah muncul proses fermentasi. Setelah nantinya menghasilkan kompos, jangan dipakai semua, sisa kompos tersebut dapat dimanfaatkan sebagai starter, sehingga lebih memudahkan,” tandasnya.

Diterangkan, cara paling mudah mengompos, dengan metode aerob. “Jika di Indonesia, saya paling mudah dengan metode aerob. Caranya tinggal gali tanah, dibuat lubang, lalu diisi dengan sampah organik, ditaburi tanah, lalu diberi sampah organik lagi dan dikasih tanah lagi. Jadi, berlapis-lapis,” terangnya.

Hal senada juga diterapkan pada pengomposan di tempat sempit dan tidak ada lahan tanah.

“Dengan prinsip yang sama, saya gunakan pot bunga yang cukup besar atau wadah lainnya, bagian bawah diberi sekam, namun karena di Jepang, saya susah dapatnya, diganti dengan daun-daun kering yang saya ambil dari taman kota,” terangnya.

Lihat juga...