Puasa dari Sudut Pandang Ruhani

OLEH: HASANUDDIN

SECARA syariat, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh, sejak masuk waktu subuh hingga masuknya waktu magrib. Secara ruhani, puasa bermakna membersihkan semua panca indera, termasuk pikiran dari hal-hal yang terlarang (haram), selain menahan diri dari perkara-perkara yang secara syar’i dapat membatalkannya.

Puasa ruhani akan batal jika niat dan tujuannya tergelincir kepada sesuatu yang haram, walau hanya sedikit. Puasa menurut syariat, terikat oleh waktu, namun secara ruhani tidak, dan berlangsung terus-menerus sepanjang hayat.

Orang awam segera akan berbuka jika waktu berbuka telah tiba, dan memahami setelah berbuka, tidak lagi sedang menjalankan puasa. Orang khawash, akan berbuka sesuai perintah syar’i namun tetap meneruskan puasanya secara rohani.

Puasa adalah ibadah yang ganjarannya Allah sendiri yang menentukan, dalam suatu hadis qudsi, Allah berfirman:

“Aku, maka Akulah sendiri yang akan memberikan ganjarannya. Tentu itu adalah suatu keutamaan dari Allah swt untuk orang-orang yang berpuasa wajib, terlebih lagi, jika puasa itu adalah puasa tathawwu

Dalam puasa ruhani, hati dibutakan dari pandangan kepada selain Allah, dan tertuju hanya kepada Allah saja, disertai cinta kepada-Nya. Allah swt menciptakan segala sesuatu untuk insan dan insan diciptakan Allah SWT untuk diri-Nya sendiri. Insan adalah rahasia Allah, dan Allah adalah rahasia bagi insan.

Rahasia itu berupa Nur Allah swt. Nur itu letaknya di titik tengah hati (center of heart), yang diciptakan dari sesuatu yang unik dan gaib. Hanya ruh yang mengenali rahasia ini. Ruh juga menjadi penghubung rahasia dengan Khaliq dan makhluk. Rahasia itu tidak cinta dan tidak tertarik dengan apapun selain kepada Allah saja.

Lihat juga...