Tantangan dalam Penegakan Syariat Agama
OLEH: HASANUDDIN
DALAM Surah Al-Jatsiyah (Berlutut), Allah memberi informasi bahwa umat terdahulu, para pengikut Taurat, Jabur maupun dan Injil, telah Allah berikan nikmat yang banyak, berupa petunjuk tentang berbagai hal dalam mengelola sistem sosial mereka berdasarkan syariat agama.
Istilah “Syariat” atau “Syari’ah” secara harfiah berarti “jalan menuju sumber air”, dan karena air terhubung dengan semua sistem kehidupan organik, istilah ini pada perkembangannya menjadi “sistem hukum”, baik hukum moral, maupun praktis, yang menunjukkan kepada manusia jalan menuju kebahagiaan spiritual dan kesejahteraan sosial.
Umat terdahulu (sebelum era Kenabian Muhammad SAW), telah gagal menjalankan sistem hukum atau syariat ini, sebagaimana firman Allah berikut ini:
وَاٰتَيْنٰهُمْ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الْاَمْرِۚ فَمَا اخْتَلَفُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ رَبَّكَ يَقْضِيْ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ
Wa ātaināhum bayyinātim minal-amr, fa makhtalafū illā mim ba‘di mā jā’ahumul-‘ilmu bagyam bainahum, inna rabbaka yaqḍī bainahum yaumal-qiyāmati fīmā kānū fīhi yakhtalifūn
“Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas tentang urusan (agama); maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang ilmu kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Sungguh, Tuhanmu akan memberi putusan kepada mereka pada hari Kiamat terhadap apa yang selalu mereka perselisihkan” (Q.S Al-Jatsiyah [45] : 17).
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa kegagalan penerapan hukum agama pada umat terdahulu itu, bermula karena perasaan iri hati di antara mereka. Ketika itu, Bani Israel, tidak mampu menegakkan hukum agama itu secara adil, tatkala yang melakukan pelanggaran adalah para pembesar (politik maupun agama) di tengah-tengah mereka.