Aren, Tanaman Konservasi Tetap Lestari di Lamsel
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Menanam aren sebut Hendra membuat masyarakat tradisional bisa mendapatkan sumber air. Pada perakaran pohon aren yang berada di dekat perbukitan kerap muncul menjadi sumber air berupa belik.
Fungsi ekologis untuk keberlangsungan air masih dipertahankan agar saat kemarau pasokan air terjaga. Beberapa warga bahkan mendapat hasil produk bernilai tinggi dari aren.
Berasal dari proses menyadap nira aren pada bagian malai atau tangkai bunga, diperoleh air legen. Air legen aren sebut Hendra bisa dijual sebagai minuman segar.
Pada tahap pengolahan lanjutan dengan perebusan, pencetakan diperoleh gula aren. Harga jualnya dua kali lipat dibanding gula kelapa seharga Rp30.000 sementara gula kelapa Rp15.000 per kilogram. Ijuk bisa dijual untuk tali, sapu dan penyaring air.
“Manfaat berkelanjutan pada pohon aren menjadi alasan petani tetap mempertahankan pohon meski sudah tua,” cetusnya.
Memasuki musim bulan Ramadan, ia memilih memanen buah aren. Setelah dipanen aren akan direbus, dikupas menghasilkan kolang kaling. Pemanenan buah aren tidak akan merusak pohon dan justru merangsang perkembangan buah.
Sebagai benih ia akan menyisakan beberapa tandan untuk disemai. Hasil olahan kolang kaling bisa dijual rata rata Rp15.000 per kilogram. Ia bisa mendapat hasil ratusan ribu bahkan jutaan dari beberapa kuintal kolang kaling.
Mempertahankan ratusan pohon aren sebutnya tidak mengganggu tanaman lain. Sebab tanaman itu kerap dipertahankan pada bantaran sungai, lahan miring tak produktif.
Pemanenan air nira, buah kolang kaling memanfaatkan tangga bambu. Mempertahankan pohon aren sekaligus menjadi sumber habitat sejumlah satwa burung, jadi penaung tanaman lain.