“Lukisan Komang Agus di sini. Lukisan Bob Sick di sini.”
“Sebentar saya ingin tanya dulu. Lukisan lain saya bisa mengerti meski itu punya Amri Yahya. Bagaimana cara menikmati lukisan Bob Sick ini. Saya meski penggemar lukisan belum bisa menikmati. Rasanya seperti asal melukis saja. Spontan, tanpa konsep. Nggak jelas. Kayak lukisan anak kecil he..he… Lukisan Erica, Heri Dono, Eddie Hara masih sedikit bisa dimengerti.”
“Wah ini perlu diskusi panjang. Paling tidak bapak harus mengenal pelukisnya yang nyentrik, tubuhnya penuh tato, tapi produktif. Waktu sebelum mahasiswa sering mendapat juara lomba menggambar dan pada awal kuliah di ISI sempat mendapat Affandi Prize. Sering pameran tunggal dalam dan luar negeri, lukisannya lumayan laku dan mahal. Bisa sekitar 200-an juta.”
“Iya. Saya sudah lihat di Google. Dia yang mau umrah tapi ditolak 9 penyelenggara umrah dan pada penyelenggara ke 10 tahun 2017, dia berhasil umrah ke Mekah. Lalu pulang umrah melukis tentang Kabah.”
“Iya seperti itu. Kalau belum bisa menikmati paling tidak komposisi warnanya bisa dinikmati, he..he…”
“Iya ya… he..he…”
“Bapak tahu lukisan Jean Michel Basquiat dari New York? Dia blasteran ayah dari Tahiti dan ibu dari Puerto Rico. Lahir tahun 1960-an dan umur 27 tahun meninggal karena overdosis. Tidak kuliah di seni rupa. Tapi karyanya diburu kolektor dan menjadi salah satu lukisan termahal di dunia. Pada lelang Sotheby’s di New York tahun 2017 lukisannya laku Rp1,48 triliun, setelah 30 tahun kematiannya. Kalau Van Gogh lukisannya baru laku setelah 100 tahun kematiannya. Gaya lukisannya mirip-mirip. Itu disebut kontemporer. Ya itu dunia seni lukis.”