Harga Kopi di Level Petani Lamsel, Rendah
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Kopi yang diolah menjadi bubuk atau hanya digiling untuk dijual dalam bentuk biji. Per kilogram kopi yang dalam bentuk biji belum disangrai dijual Rp30.000 per kilogram.
Astuti, warga di Desa Pematang, Kecamatan Kalianda menyebut, memilih menjual kopi dalam bentuk bubuk. Cara tersebut dilakukan untuk meningkatkan harga jual sebab kopi dalam kondisi utuh masih rendah.
Petani berharap harga komoditas kopi pada level petani bisa kembali pada angka di atas Rp20.000 per kilogram. Sebab permintaan kopi bubuk cukup banyak untuk kebutuhan pedagang.
“Permintaan kopi lokal hasil panen petani banyak terserap kebutuhan warung kopi untuk pangsa pasar masyarakat menengah ke bawah,” paparnya.
Menurunnya harga kopi juga diakui Susanto, warga Rawi, Kecamatan Penengahan. Hasil panen kopi yang dipetik dalam kondisi matang di pohon dengan warna merah banyak diminati konsumen.

Setelah proses pemetikan dalam kondisi buah berwarna merah ia akan melakukan proses penyortiran. Buah petik merah yang telah dikumpulkan selanjutnya disimpan usai dikeringkan.
“Saya memiliki pelanggan tetap sejumlah barista pemilik usaha kedai kopi kekinian sehingga hasil panen terserap,” bebernya.
Harga yang cukup murah sebutnya masih cukup menguntungkan. Sebab dengan adanya serapan komoditas kopi hasil pertanian, petani bisa memperoleh penghasilan.
Selama masa pandemi ia menyebut tren minum kopi untuk skala rumah tangga cukup meningkat. Ia kerap mendapat pesanan biji kopi untuk sejumlah kebutuhan hajatan dengan kebutuhan kopi mencapai puluhan kilogram.