Pendapatan Petani di Wairbukan, Minim
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
MAUMERE – Para petani di Kampung Wairbukan yang berjumlah 47 Kepala Keluarga (KK) yang berada di Desa Wairterang, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki pendapatan yang sangat minim.
Para petani ini saat pencanangan reboisasi tahun 1993 memang sudah menanam jambu mete dan kemiri termasuk banyak yang ditanam di kawasan hutan lindung di luar lahan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
“Kini kami diberi kelonggaran menanam mete dengan jarak 7 sampai 10 meter setiap pohonnya,” tutur Bernadus Brebo, Ketua RT 17 Kampung Wairbukan, Desa Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT saat ditemui di kebunnya, Senin (9/11/2020).
Bernadus menyebutkan, setiap Kepala Keluarga di Kampung Wairbukan mendapat lahan satu sampai dua hektare di dalam kawasan hutan lindung Egon Ilimedo yang juga ditanami kacang tanah, kacang hijau, pisang, singkong, ubi jalar untuk dijual ke pasar.
Ia mengatakan, para petani di Wairbukan semuanya bergantung kepada hasil panen mete. Saat musim panen bulan Juni sampai September dalam sebulan petani bisa kantongi uang Rp2 juta hingga Rp6 juta bahkan lebih.
“Bila semua mete yang ditanam sejak tahun 2017 sudah mulai berbunga tahun 2020 ini, maka pendapatan petani meningkat drastis. Tapi banyak tanaman mete tidak berbuah. Petani pun banyak yang mulai menanam lagi kemiri dan kelapa,” ungkapnya.
Warga Wairbukan lainnya, Yuventa da Ros, menjelaskan, hasil pertanian kacang tanah, kacang hijau, pisang, singkong, mete dan kemiri dijual untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
