Buruh dan Pedagang di Pelabuhan Bakauheni Mengeluh Pendapatan Turun

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Surtini, salah satu pedagang makanan dan minuman ringan di area terminal antar moda pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, dan Hasan, seorang buruh angkut barang atau dikenal sebagai porter, mengaku mengalami sepinya hasil sejak enam bulan terakhir.

Surtini menyebut, berkurangnya pelaku perjalanan berimbas uang yang dihasilkannya menurun. Setiap hari, wanita yang memiliki suami sebagai karyawan biasa di perusahaan pelayaran itu, pada kondisi normal bisa menjual ratusan gelas kopi, susu dan minuman kemasan per hari. Omzetnya pun bisa mencapai ratusan ribu rupiah sehari.

Namun sejak awal Maret ketika pandemi Covid-19 menjadi masalah pandemi global, pelabuhan menjadi sepi. Pembatasan warga menyeberang dengan kapal berdampak bagi usahanya. Sedangkan sang suami yang berprofesi sebagai buruh dirumahkan sementara waktu. Meski tetap berjualan, ia mengaku omzetnya mengalami penurunan. Namun, ia tetap bertahan untuk menghidupi keluarga.

Sumino (kiri), salah satu buruh kepil yang bertugas di dermaga tiga pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Selasa (6/10/2020). -Foto: Henk Widi

“Suami kerja sebagai buruh, dan saya sebagai pedagang makanan dan minuman ringan ikut terdampak, karena jumlah penumpang kapal yang menurun, saat ini saya berjualan untuk memenuhi pekerja informal seperti sopir, kernet dan tukang sapu,” terang Surtini, saat ditemui Cendana News di Bakauheni, Selasa (6/10/2020).

Hal yang sama diakui Hasan, buruh lepas angkut barang atau porter yang bekerja sejak pagi hingga sore ini menyebut, penumpang yang jumlahnya berkurang berimbas pada pendapatannya. Dalam kondisi normal, ia bisa menawarkan jasa angkut barang hingga puluhan kali. Diberi upah rata-rata Rp20.000 hingga Rp40.000, ia bisa mengantongi ratusan ribu rupiah rupiah per hari.

Lihat juga...