Lembutnya Choipan Khas Pontianak Cocok Untuk Sarapan

Editor: Koko Triarko

Adonan yang sudah dibentuk menyerupai bahan kulit pangsit selanjutnya dihamparkan pada plastik. Selanjutnya adonan diuleni hingga kalis, agar tidak menempel di tangan. Proses selanjutnya, adonan dipipihkan sembari diberi tepung sagu agar mudah dibentuk. Semua isian berupa irisan bawang kucai, bengkuang, ebi, gula, garam dan merica, ditumis.

“Bahan isian yang telah ditumis selanjutnya dimasukkan ke bahan kulit choipan, lalu ditutup,” cetusnya.

Proses pematangan choipan yang telah diberi isian menggunakan kukusan. Proses memasak dengan mengukus, menurut Astuti menjadikan choipan lebih lembut. Menghindari choipan terlalu matang, proses mengukus menggunakan daun pisang yang diolesi minyak goreng. Butuh waktu seperempat jam untuk mematangkan kue choipan sebelum didinginkan.

Sebagai pelengkap, pembuatan kuah cuka merah dilakukan sembari menunggu chopian matang. Bahan pembuatan kuah cuka merah meliputi cabai merah, cabai rawit, bawang putih lalu diuleg dan ditambahi cuka. Semua bahan tersebut dimasak hingga mendidih. Bagi sebagian orang, kuah cuka merah bisa diganti dengan taucho terbuat dari kedelai.

“Kuah cuka cabai merah menjadi penambah selera dengan dominan rasa kecut dipadukan dengan gurih taburan bawang dan ebi,” bebernya.

Sehari, Astuti mengaku membuat dua kilogram choipan. Kue tersebut dijual seharga Rp3.000 per buah. Dijual bersama pempek, talam, jadah, lemper dan kue tradisional lain, kue tersebut menjadi pelengkap jajanan pasar.

Pedagang choipan lain, bernama Dewita, menyebut pelanggan kerap menganggap kue tersebut sebagai pempek basah. Padahal, choipan berbeda. Namun setiap pelanggan yang mulai akrab memilih kue tersebut sebagai pelengkap menikmati pempek. Kuah cuka yang sama untuk menikmati pempek dan choipan, menjadikan kue khas Pontianak itu dijual sebagai menu sarapan.

Lihat juga...