Padahal dalam UUD pasal 23 ayat 1 mengenai fungsi anggaran DPR disebut: “Anggaran Pandapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengeloalaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Konstitusi tegas menyebut bahwa APBN harus berdasarkan UU, dan perubahan postur anggaran harus dibahas dengan DPR (APBNP), bukan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Dalam pasal 27 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa segala tindakan serta keputusan yang diambil berdasarkan undang-undang ini tidak boleh dianggap sebagai kerugian negara. Dan dalam proses pengambilan keputusan terkait penanganan krisis tidak bisa digugat secara perdata, secara pidana, maupun melalui peradilan tata usaha negara.
Selain mengamputasi fungsi anggaran DPR, undang-undang ini memberi imunitas kepada aparat pemerintah untuk tidak bisa dituntut di lembaga peradilan.
Memberikan imunitas pada penyelenggara pemerintahan saat krisis sepatutnya belajar dari krisis tahun 1998 yang pada waktu itu pemerintah memberikan blanket guarantee dana nasabah di bank, dan pemerintah memberi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada perbankan, sampai hari ini kasus pelanggaran BLBI belum tuntas.
Dalam kondisi lebih dari 80 persen suara di DPR mendukung pemerintah, deklarasi KAMI menjadi secercah harapan agar suara rakyat yang selama ini seperti tersumbat penyalurannya ke DPR, dapat dialirkan kembali melalui KAMI.
Bergabungnya banyak tokoh nasional pada KAMI sejatinya dapat membongkar sumbatan politik atau kebuntuan aspirasi rakyat kepada DPR. Bagaimana pun republik ini milik kita bersama.