Rumpon Masih Jadi Andalan Nelayan di Lampung Selatan
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
Cara penangkapan ikan tradisional memakai rumpon disebut Ismadi, nelayan lainnya dipakai selama puluhan tahun. Usai tsunami 2018 silam baru setelah satu tahun kemudian hingga kini penggunaan kembali diterapkan.
“Setelah dua pekan biasanya rumpon akan jadi lokasi persembunyian ikan kami menjaring, memancing di sekitarnya,” beber Ismadi.
Hasilnya, rumpon terbukti efektif meningkatkan hasil tangkapan. Lokasi pemasangan kerap pada titik yang jauh dari jalur perlintasan kapal. Saat memancing ia kelompok pembuat rumpon bisa mendapat hasil ikan tenggiri, kembung, kerapu. Sekali tangkap bisa diperoleh lebih dari 300 kilogram ikan. Dijual rata rata Rp20.000 nelayan bisa mendapat hasil ratusan ribu yang dibagi rata bagi kelompok.
Mata pencaharian sebagai nelayan yang menjadi sumber usaha memakai alat tangkap ramah lingkungan juga dijalani Mamat. Nelayan tangkap di Desa Legundi,Kecamatan Ketapang itu memakai pancing rawe dasar dan bubu tanam. Penggunaan alat tradisional untuk menangkap ikan disebutnya tetap menghasilkan.
“Hasil paling banyak berupa ikan sembilang dan lobster yang dipesan sejumlah rumah makan,” cetusnya.
Ikan sembilang atau lele laut menjadi bahan baku pembuatan ikan asap. Produksi ikan asap di wilayah pesisir Kecamatan Ketapang didominasi hasil tangkapan nelayan dengan bubu dan pancing rawe dasar. Ikan sembilang dijual perkilogram Rp35.000 untuk pembuatan ikan asap. Penggunaan alat tangkap ramah lingkungan berkelanjutan menurutnya menjadikan biota laut terjaga dari kerusakan.