Pengamat: ‘New Normal’ Harusnya Alamiah, Hasil ‘Habitual Learning’

“Mereka ini yang kita lihat sehari-hari masih belum terbiasa jaga jarak, belum terbiasa pakai masker, belum terbiasa cuci tangan dan muka setelah keluar rumah dan lain-lain kebiasaan yang baru diatur dalam 3 bulan belakangan, yang kita sebut sebagai kebiasaan new normal itu,” tandasnya.

Bisa dibayangkan penduduk yang 30% new normal akan berhadapan dengan penduduk yang 70% old normal. Di kantor, mereka menerapkan new normal, tetapi di jalan, di pasar, mall, kampung mereka berhadapan dengan penduduk yang mayoritas old normal.

“Kita dengar bahwa new normal ini oleh pihak Kemenpan akan coba diterapkan di kalangan ASN di semua lembaga negara. Demikian juga mungkin akan diterapkan di kalangan BUMN. Semua karyawan atau pegawai bisa masuk kerja dengan lebih fleksibel tetapi mengikuti aturan new normal sesuai dengan protokol kesehatan,” tuturnya.

Bustami menjelaskan, new normal  ini memang terkait dengan kondisi dan situasi Covid-19. Namun, demikian, sebenarnya kondisi yang disebut dengan new normal itu terbentuk secara alamiah bila suatu kondisi yang lama yakni terpaparnya Covid-19 telah terlampaui secara optimal.

New normal akan terbentuk melalui kebiasaan yang baru di dalam masyarakat hasil dari habitual learning yang telah dilakukan dalam waktu yang lama, biasanya bertahun-tahun sehingga menjadi habit dan kemudian lekat pada sikap dan perilaku individu dalam masyarakat itu,” tandasnya,

Sekaitan apa yang kini tengah mengemuka diperdebatkan, menurut hemat Bustami, dalam kondisi pemerintah tidak mampu bertahan dalam PSBB yang ketat, ini adalah alternatif. Tetapi bukan yang terbaik.

Dalam pandangan ketua Dewan Pendidikan Provinsi Bangka Belitung ini, yang terbaik adalah berkurung dan bekukung. “Akan tetapi apa daya, pemerintah kita tidak mampu dan harus kita maklumi bersama. Yang kita hadapi ini adalah virus yang sama sekali baru dan belum ditemukan vaksinnya. Tingkat penyebaran sangat cepat,” imbuhnya.

Lihat juga...