MUI: Jaminan Kesehatan Terlalu Sakral untuk Diperdagangkan
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
Disebutkan pula, iuran untuk bulan Januari, Februari, dan Maret Tahun 2020 yakni Rp42.000, untuk kelas III, Rp110.000,- untuk kelas II dan Rp160.000,- untuk kelas I.
Adapun untuk bulan April, Mei, dan Juni Tahun 2020 ditetapkan Rp25.500, untuk kelas III, Rp51.000, untuk kelas II dan Rp80.000,- untuk kelas I.
Menurutnya, perhitungan kenaikan tersebut tentu mengherankan dan sekaligus membingungkan. Terlihat, pada periode bulan April, Mei, dan Juni tahun 2020 persis sama dengan besaran iuran menurut Perpres 82 tahun 2008.
Namun, pada bulan sebelumnya Januari, Februari, dan Maret, justru mengalami kenaikan. Begitu pun untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya, tetap saja melebihi iuran sebelumnya Perpres 82 tahun 2008.
Selain itu, khusus kenaikan yang terjadi untuk bulan Januari, Februari, dan Maret Tahun 2020 berlaku surut.
“Padahal Perpres diterbitkan pada tanggal 5 Mei 2020. Ketentuan retroaktif tersebut merupakan pelanggaran terhadap asas legalitas,” tegasnya.
Sehingga, kata dia, masyarakat sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan (Yankes) telah dirugikan. Karena terkonfirmasi adanya perbuatan melanggar hukum.
“Tidak dapat dipungkiri, dengan berlakunya liberalisasi ekonomi telah menjadikan kesehatan sebagai komoditas ekonomi dan oleh karenanya diperdagangkan,” ujarnya.
Dia menegaskan, liberalisasi memang menuntut penghapusan terhadap proteksi negara termasuk di bidang usaha kesehatan. Paradigma pelayanan kesehatan yang semula berorientasi kepada sosial-kemanusiaan kini menjadi komersil, sehingga pelayanan kesehatan merupakan bagian komoditi dari perdagangan bebas.
“Terlepas dari pengaruh liberalisasi ekonomi tersebut, pemerintah berdasarkan konstitusi harus memberikan jaminan askes kesehatan sebagai hak dasar warga negara yang terlalu sakral untuk diperdagangkan,” ungkap Abdul.