Upacara Mecaru Tradisi Penyucian Bumi Sebelum Mendirikan Bangunan

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Berdasarkan kalender Bali sang pemangku menyebut memilih hari Manggih Suka. Manggih suka merupakan salah satu perhitungan pada kalender Bali yang memiliki makna bertemu dengan kesukaan, kebahagiaan.

Suasana Kampung Bali di Desa Sumber Nadi Kecamatan Ketapang Lampung Selatan, Minggu (26/4/2020) – Foto: Henk Widi

Pada hari Manggih Suka penghormatan dilakukan untuk melakukan pemujaan Dewa Brahma, Dewi Saraswati sebagai pemberi ilmu pengetahuan kepada manusia.

“Hari Manggih Suka jadi pilihan karena harapan untuk mendapat limpahan berkah sekaligus tercapainya tujuan yang diinginkan untuk membangun,” cetusnya.

Pada pembangunan salah satu gedung yang rencananya untuk tempat pendidikan, dipilih hari Manggih Suka untuk penghormatan Dewi Saraswati.

Sesuai keyakinan Dewi Saraswati merupakan dewi ilmu pengetahuan, seni. Sebagai simbol kebijaksanaan penghormatan bagi dewi Saraswati memberi harapan bangunan gedung untuk sekolah bisa memberi berkah bagi guru dan siswa.

Sebuah banten atau sesaji untuk pecaruan yang digunakan disebut pemangku cukup beragam. Sejumlah banten yang disiapkan meliputi buah-buahan, telur ayam, bebek dan ayam panggang, daun janur, bunga dan wewangian. Semua banten juga dipersembahkan kepada Dewa Wisnu yang memelihara semua ciptaan Brahma.

“Filosofi mecaru tentunya sangat penting sebagai simbol menyatunya manusia dengan alam semesta dari kelahiran hingga kematian dan sepanjang hidup,” terangnya.

Bersama sejumlah wanita yang berperan menyiapkan banten atau sesaji proses pecaruan dilakukan. Setelah doa atau puja disampaikan serta iringan lonceng sejumlah banten diperciki air suci.

Lihat juga...