Keunikan Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Editor: Koko Triarko

YOGYAKARTA – Terletak di dusun Minomartani, Ngaglik, Sleman, Masjid Pathok Negoro, Plosokuning, telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Masjid berusia hampir 250 tahun itu selalu ramai dengan kegiatan peribadatan. 

Bersama tiga masjid lainnya, Masjid Pathok Negoro awalnya didirikan Sri Sultan Hamengku Buwono I sebagai tanda batas wilayah sekaligus benteng fisik di empat penjuru arah mata angin dari pusat Yogyakarta. Masjid Pathok Negoro Plosokuning sendiri berada di sisi timur laut dari arah Keraton, yang menjadi pusat pemerintahan kala itu.

Takmir sekaligus Pengelola Cagar Budaya Masjid Pathok Negoro Plosokuning, Kamaludin Purnomo, -Foto: Jatmika H Kusmargana

Sebagai masjid Keraton, Masjid Pathok Negoro Plosokuning memiliki ciri khas arsitektur yang unik serta sarat makna filosofi tinggi. Sebagaimana masjid era Kerajaan Mataram, Masjid Pathok Negoro Plosokuning dibangun dengan gaya Mataraman, seperti Masjid Agung Kotagede maupun Masjid Gede Kauman. Hanya saja, ukurannya lebih kecil.

“Di sekeliling halaman masjid banyak ditanam pohon Sawo Kecik, yang dalam bahasa Jawa berarti ‘Sarwo Becik’ atau segala upaya untuk menuju kebaikan,” ujar Takmir sekaligus Pengelola Cagar Budaya Masjid Pathok Negoro Plosokuning, Kamaludin Purnomo.

Sementara di sekeliling masjid juga terdapat kolam kecil yang masih terjaga keasliannya. Selain sebagai sarana untuk berwudhu atau bersuci pada masa itu, kolam ini menurut Kamaludin juga memiliki makna simbolik.

“Kolam juga disebut ‘Segaran’ dari kata ‘Segoro’ (Samudra) yang bermakna luas. Ini mengajarkan agar setiap muslim itu memiliki hati yang luas atau lapang kepada siapa pun,” ungkapnya.

Lihat juga...