MIKUL DHUWUR MENDHEM JERO, (DIALOG MENGHARUKAN PRESIDEN SOEKARNO-LETJEN. SOEHARTO)

MIKUL DHUWUR MENDHEM JERO (Dialog Mengharukan Presiden Soekarno - Letjen. Soeharto)

Sewaktu pertemuan Letjen. Soeharto dengan Presiden Soekarno, Bung karno bertanya dalam bahasa Jawa, di tengah-tengah suasana Jakarta, “Harto, Jane aku iki arep kok apakke?” (Harto, sebenarnya aku ini akan kamu apakan?) Aku ini pemimpinmu”

Pak Harto memberikan jawaban dengan satu ungkapan yang khas berakar pada latar belakang kehidupannya.

“Bapak Presiden,” jawab Pak Harto, “saya ini anak petani miskin. Tetapi ayah saya setiap kali mengingatkan saya untuk selalu menghormati orang tua. Saya selalu diingatkannya agar dapat mikul dhuwur mendhem jero (memikul setinggi-tingginya, memendam sedalam-dalamnya; menghormat) terhadap orang tua.”

Dengan jawaban itu Pak Harto bermaksud dan bertujuan seperti kudangan ayahnya. Orang tuanya, sekalipun petani, orang kecil, orang yang tidak mendapat pendidikan formal, mempunyai kudangan terhadap anaknya, mempunyai cita-cita mengenai anaknya, yakni agar menjadi anak yang bisa mikul dhuwur mendhem jero pada orang tua. Pak Harto pun mempunyai keyakinan, bahwa pegangan hidup seperti itu adalah benar, dan tepat sekali.

Dalam Video Penerimaan Para Pejabat Teras Kepolisian RI di Tapos 6 Februari 1994, Presiden kedua Republik Indonesia, Jenderal Besar HM Soeharto menerangkan, Mikul dhuwur, artinya kita harus menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua.

Mendhem jero, artinya segala kekurangan orang tua itu tidak perlu ditonjol-tonjolkan. Apa lagi ditiru!. Kekurangan itu harus kita kubur sedalam-dalamnya, supaya tidak kelihatan.

Lihat juga...