Banyak Perusahaan di Sikka tak Beri Jaminan Sosial

Editor: Koko Triarko

Dewan pengupahan di Sikka belum ada, karena hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KLH) di Sikka masih berada di bawah provinsi, sehingga standar upah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Pada 2019, terang Germanus, dinasnya menargetkan menyelesaikan 30 kasus perselisihan perburuhan, tetapi yang mengadu 48 kasus dan sudah diselesaikan 45 kasus, dan 2 kasus dilimphakan ke provinsi untuk diselesaikan.

“Untuk 2020 sudah lima kasus yang dilaporkan, termasuk dua kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di RS St. Elisabeth Lela,” terangnya.

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sikka dalam rapat pendapat di DPRD Sikka, meminta DPRD Sikka meminta pemerintah agar segera mengangkat seluruh tenaga honorer menjadi tenaga kontrak daerah, atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Alvianus Ganggung, ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sikka, meminta DPRD Sikka dan Disnakertrans untuk lebih memperkuat pengawasan dan sistem monitoring terhadap perusahaan.

“DPRD dan Disnakertrans harus memonitor perusahaan yang belum mengantongi izin dan mendaftarkan para pekerjanya untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan, dan belum memiliki perjanjian kerja,” pintanya.

GMNI Sikka juga mengutuk keras tindakan yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang melakukan tindakan PHK terhadap karyawannya tanpa adanya kejelasan alasan.

Dirinya juga meminta agar DPRD Sikka dan Disnakertrans bisa memfasilitsi tenaga kerja, agar memperoleh pendidikan dan mendapatkan pelatihan yang dapat menunjang skill dan keahlian tenaga kerja tersebut.

Lihat juga...