Sanggar Limpapeh Lestarikan Budaya Minangkabau di TMII
Editor: Koko Triarko
Berlanjut tingkat lima dengan tarian dare dan tingkat enam yaitu tari sile. Sedangkan tingkat tujuh, mereka berlatih tari payung. Dan tingkat terakhir, yaitu delapan, mereka belajar tari pandusi.
“Mereka belajar menari itu per kelas. Belajarnya ada yang dipanggung anjungan. Ada juga di halaman anjungan. Penari senior akan mengajar mereka menari,” ungkapnya.
Setelah belajar per kelas dengan tanpa iringan musik, hanya dengan arahan pelatih saja, kemudian berlanjut ke gerakan tarian yang diiringi musik khas Minang. Mereka per kelas tampil di atas panggung.
“Anak-anak usia belia itu berlatih nari mulai pukul 16.00-19.00 WIB. Setelah itu berlanjut remaja dalam balutan kreasi karya, yaitu tarian kontemporer. Berlatih hingga pukul 21.00 WIB,” ujarnya.

Eeng merasa bangga melihat antusias anak-anak berlatih tari di Sanggar Limpapeh. Menurutnya, mereka sangat menjiwai setiap gerakan tari yang diajarkan.
Penari di Sanggar Limpapeh, bukan warga Minang, tapi ada dari berbagai daerah. Ada dari Sunda, Betawi, Jawa dan daerah lainnya. Mereka sangat menyukai tarian Minangkabau.
Eeng berharap, mereka dapat mencintai ragam budaya dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan, peserta Sanggar Borneo tercatat 100 orang. Namun saat latihan terkadang tidak semuanya hadir. Dalam pelestarian budaya, Eeng merasa bangga karena anak didik kerap tampil pentas, tidak hanya di acara yang digelar TMII seperti perayaan HUT TMII dan lainnya.