Sanggar Limpapeh Lestarikan Budaya Minangkabau di TMII

Editor: Koko Triarko

“Gerakan tari piring ini sangat dinamis. Tarian ini merupakan simbol masyarakat Minangkabau,” kata Eeng, demikian pangilan Malfilindo Koti, kepada Cendana News, di sela melatih tari di area Anjungan Sumatra Barat, Jakarta, Rabu (25/12/2019) sore.

Begitu pula dengan tari Payung yang melambangkan kasih sayang. Tarian ini mencerminkan pergaulan muda-mudi. Menggunakan payung, bertujuan untuk saling melindungi. Tarian ini disajikan pada berbagai acara.

Tari panen adalah seni pertunjukan tradisi yang menggambarkan kehidupan petani di Sumatra Barat, mulai mencangkul, membajak dan menanam padi.

“Tarian ini sebagai ungkapan rasa syukur dalam menyambut panen padi,” ujarnya.

Ada pun nama Sanggar Limpapeh, jelas Eeng, memiliki arti gadis Minang penunggu rumah gadang.

“Jadi kalau di Minang itu, kalau perempuan belum nikah harus menetap dulu di rumah itu,” kata Eeng

Sanggar Limpapeh hadir di Anjungan Sumatra Barat TMII sejak 1986. Sanggar ini khusus mengajarkan tarian khas Minangkabau. Pelatihan menari diawali pemanasan terlebih dulu dengan mengerakkan tubuh, tangan dan kaki. Tujuannya untuk memperkuat sendi-sendi saat berlatih menari.

Setelah pemanasan, dilanjutkan dengan latihan menari sesuai tingkatannya. Tingkat dasar diajarkan gerakan tari panen. Gerakan tarian ini bagi pemula, dengan waktu belajar enam bulan.

Setelah itu, mereka akan mengikuti ujian tari yang diadakan oleh manajemen TMII bidang budaya.

“Setiap enam bulan, anak-anak ujian kenaikan tingkat. Ini sebagai penilaian layak tidaknnya mereka naik tingkat,” ujar Eeng.

Tingkat dua, mereka belatih tari rantak selama enam bulan. Tingkat tiga adalah belajar tari piring, dan setelah lulus ujian beranjak ke tingkat empat berlatih tari Bangkitlah Kampoang.

Lihat juga...