Pedagang Gorengan di Lamsel Pertahankan Penggunaan Minyak Curah
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Adanya rencana pelarangan pemakaian minyak goreng curah dan diganti kemasan berpotensi mengurangi omzet.
Saat memakai minyak goreng kemasan dengan harga per liter lebih mahal otomatis ia harus menaikkan harga gorengan. Sesuai dengan kalkulasi biaya produksi satu kali produksi beragam jenis gorengan ia mendapatkan omzet sekitar Rp150.000.
Dari omzet penjualan sebanyak itu ia menyebut hanya mendapat keuntungan bersih sekitar Rp40.000. Sebab omzet akan dikurangi biaya pembelian minyak goreng dan bahan baku.
“Omzet tersebut saya peroleh jika hari pasaran ramai pembeli, kalau hari biasa akan lebih sedikit omzet, ini malah ada rencana larangan pemakaian minyak goreng curah, bisa gulung tikar usaha kami,” papar Harsini.
Sebagai solusi mengatasi kerugian ia kerap menggoreng bahan baku secara dadakan. Sebab bahan baku yang belum dikupas seperti pisang, ubi jalar dan tempe masih bisa dipergunakan hari berikutnya. Adonan tepung terigu dan bumbu juga akan dibuat jika ada pesanan.
Penerapan aturan larangan memakai minyak goreng curah dipastikan akan mempengaruhi omzet penjualan gorengan yang dilakukan olehnya.
Rencana penerapan larangan peredaran minyak goreng curah justru membuat kaget Rasitin, penjual gorengan di Desa Sumur Kecamatan Ketapang. Sebagai pemilik usaha kuliner pecel, soto ayam dan gorengan ia menyebut minyak goreng curah kerap dipakai.
