“Ini pertandingan menarik. Uwakmu ditantang Cong Akrom.”
Cong Akrom? Lelaki yang malang-melintang di dunia perjudian? Ai, apa-apaan Uwak ini. Kalau Umak tahu, aku yakin perempuan itu mencak-mencak tak karuan.
“Ayo, cepat! Umakmu tak ada. Dia bersiap-siap ke ladang, kan?”
Aku mengangguk. Lalu ikut berlari menuju bawah jembatan kali Mayang. Sebetulnya, aku merasa bersalah pada Umak, tetapi peristiwa yang terjadi kali ini adalah peristiwa langka.
Selama ini, tak ada yang mau melawan Cong Akrom. Ayam jagonya terlalu kuat, dan konon berasal dari Alas Purwo. Semua lawan takluk dibuatnya.
Sesampainya di bawah jembatan, aku bergidik mendapati aliran sungai. Takut rangong tiba-tiba muncul lalu membawaku ke dasar air. Beruntung pertandingan segera dimulai.
Orang-orang yang hendak ke sawah atau selesai membersihkan badan di sungai ikut berkumpul. Mulanya, Pardi memasang tali sebagai arena pertarungan. Setelah dirasa cukup, ia menyatakan pertandingan dimulai.
Cong Akrom terlebih dulu melempar ayamnya ke tengah area. Lalu disusul Uwak melempar ayam jagonya yang berjembul merah itu. Kedua ayam tak langsung saling serang. Seakan saling mencari kelemahan lawan.
Aku sengaja berada di baris kedua. Takut ketahuan Uwak. Aku penasaran saja, mengapa Uwak berani menerima tantangan Cong Akrom. Padahal ayam jago miliknya itu baru diterima seminggu lalu. Tentu air kembang tak cukup melatih kekuatan si ayam.
Sayangnya, di tengah rasa penasaranku itu, tiba-tiba ayam jago Uwak menyerang. Terus menyocor lawan. Ayam Cong Akrom tak mau kalah, mencoba melawan. Tapi, ayam jago Uwak tampak perkasa.
Tak memberi kesempatan, terus mematuk, mencabik-cabik sampai pertandingan dihentikan sebab ayam jago Cong Akrom terkapar.