Ketua MK: Pancasila, Ideologi dan Cita-cita Hukum Negara
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, mengatakan, kehadiran MK sebagai pengawal Pancasila dan Konstitusi merupakan salah satu aspirasi, implikasi dari perjuangan pergerakan mahasiswa tahun 1998 lalu, yang dikenal dengan gerakan reformasi. Tanpa perjuangan dan pergerakan mahasiswa dalam gerakan reformasi, mustahil MK lahir.
“Secara historis memang gagasan tentang perlunya lembaga seperti MK, pernah disampaikan oleh bapak pendiri Indonesia pada masa pembahasan penyusunan UUD 1945 di awal kemerdekaan,” kata Anwar Usman di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Selain itu, Anwar menjelaskan meski MK memiliki kewenangan untuk mengawal konstitusi sebagaimana amanat UUD 1945, namun hakikatnya rakyat atau warga negaralah yang menjadi pemangku utama dalam konteks ketatanegaraan saat ini.
Jika di masa lalu, sebut Anwar, parlemen bersama eksekutif memiliki otoritas mutlak untuk menafsirkan dan merumuskan UU, bahkan haluan negara, dan mencabut atau merevisinya.
Jika terdapat kekurangan atau kesalahan, saat ini rakyat atau warga negara memiliki hak yang sama dengan para politisi, untuk menggugat atau membatalkan suatu UU melalui MK.
“Menegakkan konstitusi juga bermakna menegakkan ideologi negara Pancasila. Tidaklah demikian, jika konstitusi hanya semata norma-norma yang tersusun di dalam batang tubuh UUD 1945. Konstitusi yang sering disebut sebagai UUD 1945, memiliki dua bagian utama, yaitu Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh yang memuat norma-norma yang tersusun dalam pasal-pasal,” ungkapnya.
Anwar juga menyatakan bahwa Pancasila menjadi cita-cita hukum karena kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental negara. Karena itu pula, Pancasila menjadi panduan bagi terbentuknya hukum nasional.