Masyarakat Lubuk Seberuk Menuai Hasil HTR

Ilustrasi -Dok: CDN

Kondisi Desa Lubuk Seberuk kini jauh lebih baik ketimbang tahun 1998, ketika konflik antar-warga kerap terjadi dan perebutan lahan sampai memicu pembunuhan akibat status lahan yang abu-abu setelah kegagalan PT Indotani 3 mengelola lahan sejak 1997.

Pemberian izin pengelolaan HTR dari KLHK membuat warga tenang memanfaatkan lahan. “Bagi kami yang penting tenang dan aman dulu, semua sudah punya lahan masing-masing untuk karet dan lainnya, percuma mengelola karet ini, jika masih ada rebut-rebutan,” kata Gunawan.

Awal Tak Mudah

Proses menuju pengelolaan perhutanan sosial tidak mudah. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah V Lempuing-Mesuji, Susilo Hartono, mengatakan, bahwa semula warga cukup sulit diajak mengurus izin HTR, karena khawatir pemerintah akan mengambil lahan mereka, sehingga mereka tidak bisa lagi mengelolanya.

“Apalagi saat itu, izin HTR dari Bupati OKI lambat keluar, sehingga warga menjadi ragu, namun setelah wewenang diambil KLHK dan dilakukan percepatan, ditambah lagi program-program pinjaman, dengan sendirinya warga bersedia mengurus izin,” katanya.

Sejak 2001, Susilo mendatangi kelompok-kelompok tani untuk membujuk mereka mengurus izin HTR. Setelah warga bersedia mendapat izin HTR, petugas KPH memberikan teknis mengenai pengelolaan HTR, agar warga memahami betul konsesi penggunaan lahan serta bisa secara mandiri mengelola usaha.

“Pertama kami berikan warga pelatihan mengenai tata kelola pertanian yang benar, secara teknis warga sudah mengerti sebetulnya, baru setelah itu kami bimbing membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU), termasuk metode peminjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR). Agar pengelolaan hutan sosial sesuai tujuannya, semua kelompok tani terus kami bimbing,” kata Susilo.

Lihat juga...