Juri Apresiasi Peserta Parade Teater Daerah ke-8 TMII
Editor: Koko Triarko
“Silakan intervensi naskah kekinian, tapi pamami dulu mana komedi dan tragedi,” tukasnya.
Anggota Juri Parade Teater Daerah ke-8 TMII, Nano Asmorodono, juga mengaku terhibur penampilan para peserta parade teater.
Namun dia mengingatkan bagaimana membuat pertunjukan yang bisa menjadi tontonan, tatanan dan tuntunan. Ini menurutnya, sangat penting karena ada istilah daerah yang nanti akan ditiru oleh generasi muda.
“Kebanyakan sutradara kurang memahami full desain pertunjukkan. Tontonan dan tuntunan sudah bagus, tapi tatanan belum karena desain properti, setting dan lainnya kurang dipahami oleh mereka,” ujarnya.
Para sutradara teater ini terlihat hanya konsentrasi latihan casting, tapi kurang koordinasi dengan penata kostum, properti dan lainnya.
“Jadi masih ada yang kurang enak dipandang. Karena ini yang pertama disuguhkan itu kan dilihat mata. Ada kostum atau setingan kurang enak ditonton akan mempengaruhi,” jelasnya.
Menurutnya, teater ini pertunjukan kerja kolektif yang tidak akan tampil baik tanpa pendukung. “Jadi, tantanan yang baik itulah pertunjukan,” tandasnya.
Ketua Pelaksana Parade Teater Daerah ke-8 TMII, Catur Yudi mengatakan, sutradara yang baik adalah bagaimana dalam mengemas seni pertunjukannya dapat menarik penonton.
Para juri, jelas dia, bukan hanya menilai latar keseniannya, tapi pertunjukan yang mampu mengolah cerita yang baik. Misalnya, ingin menampilkan ketokohan antagonis, maka sutradara itu harus mencari pemain yang punya kriteria antagonis.
“Ini kan penyutradaraan. Kalau sutradaranya, maaf kurang baik, berarti milih orangnya kurang baik, begitu juga mengolah ceritanya. Jadi yang kita nilai bukan keseniannya, tapi kemampuan mengolah seni ini menjadi tampilan yang menarik,” ujarnya.