Alas Mentaok 

CERPEN EKO SETYAWAN

“HANYA ada dua pilihan saat ini. Kau mengakhiri hidupmu sendiri atau kau paksa aku untuk membunuhmu!”

Malaikat sedang duduk-duduk kecil di langit. Sesekali bermain awan untuk menggoda manusia. Mengganti gumpalan-gumpalan wol dengan karpet kelabu atau menggantinya menjadi hitam kelam serupa kehidupan manusia di bawah sana.

Kekelaman yang terus menerus menghunjam sisi kehidupan dan tak pernah memberikan celah untuk mengelak.

Apa yang sedang dilakukan oleh manusia di bawah sana. Untuk mati saja perlu waktu yang lama. Begitu pikir malaikat yang sedang menantikan kematian manusia.

Dua manusia yang saling berhadapan dan dengan keyakinan penuh, salah satu dari mereka akan mati. Pada saat itulah ia akan bekerja. Menuntun nyawa manusia ke langit dan mengumpulkannya dengan roh-roh lain yang terlebih dahulu dibawa ke langit.

Bara matahari membakar bumi, malaikat sedang ikut memanaskan situasi di bawah sana. Dua manusia dalam hatinya telah ditanam kebencian untuk mencabut nyawa satu sama lain. Dua manusia yang sama-sama sombong dan merasa bisa mencabut nyawa.

Padahal sudah jelas, mereka hanya perantara tugas malaikat. Orang-orang yang angkuh dan menganggap bahwa mereka bisa mematikan manusia lain dengan tangannya sendiri. Ah, tentu bukan dengan tangan mereka sendiri, melainkan dengan senjata yang mereka genggam.

Bukankah manusia tak berkutik jika tangan mereka kosong. Tentu saja hal itu tak dapat dipungkiri. Selalu ada perantara untuk membunuh manusia lain. Tapi dengan pongahnya manusia menganggap bahwa ia telah berhasil mencabut nyawa.

Jika mereka tahu, malaikat akan terpingkal-pingkal melihat ulah itu dan akan menertawakannya dalam waktu lama. Menertawakan kebodohan, menertawakan kesombongan. Sebab sebenarnya manusialah yang sedang membantu pekerjaan malaikat. Meringankan pekerjaan yang ditugaskan Ia Yang Mencipta.

Lihat juga...