Bank Sampah di Kemayoran Terus Eksis
“Kalau pemerintah mau, harusnya bisa untuk keras dengan petugas yang paling ujung, Dinas Kebersihan. Jadi mereka belajar memilah sampah organik dan anorganik,” katanya.
Supaya pasar bersih, pedagang diberi pendidikan untuk tidak mencampur sampah.
Tumbuh dari kegagalan
Esti dan suaminya memulai upaya membangun Bank Sampah Hijau Selaras Mandiri setelah tim Kelurahan Kebon Kosong, gagal memboyong gelar juara lomba pengelolaan lingkungan pada 2011.
Ketika itu, tim tak bisa membawa pulang gelar juara karena belum menjalankan manajemen sampah, hanya bisa mendapat penghargaan kategori rukun tetangga terfavorit.
Hadiah dari lomba tersebut kemudian menjadi bekal Esti dan suaminya membangun gedung untuk bank sampah di lokasi yang sebelumnya digunakan warga untuk membuang sampah.
Mereka memutuskan untuk melanjutkan usaha bank sampah dengan pengetahuan terbatas mengenai pengelolaan bank sampah.
“Dia (Slamet), bilang bank sampah harus jalan. Saya kan enggak belajar ke mana-mana, karena sudah paham sampah harus dipilah baca-baca dari artikel,” kata Esti.
Dan, usaha mereka berlanjut. Sekarang Esti mengurus bank sampah bersama tiga orang lain yang tinggal tak jauh dari bank sampah.
Keberadaan bank sampah itu membawa manfaat bagi warga sekitarnya, termasuk keluarga Nadia. Anak Nadia yang bernama Alfonsi, sudah menabung sampah sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Alfonsi yang kini belajar di sekolah menengah kejuruan di Kemayoran, punya tabungan sekitar Rp2 juta di bank sampah. Ia kadang menarik sebagian uang dalam tabungannya untuk membeli peralatan sekolah.
“Dulu, setiap hari dia bawa sampah ke sini. Kata dia duit bisa diambil buat nambah-nambah kalau dia kuliah,” kata Nadia.