20 Tahun Jadi TPA Sampah, Warga Desa Burangkeng Minta Perhatian
Editor: Koko Triarko
Ia menyebut, warga Burangkeng sudah cukup bersabar selama puluhan tahun daerahnya dijadikan tempat pembuangan sampah akhir, tanpa ada konpensasi.
Ia mencontohkan, daerah Cileungsi, Kabupaten Bogor, warganya rela dipenjara karena menolak menerima sampah. Ketika itu, imbuhnya, TPA Bantargebang mau dipindahkan ke Cielungsi.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi, imbuhnya, diketahui beberapa kali menjanjikan pemindahan TPA ke tempat baru yang lebih luas, tetapi terus mendapat penolakan dari warga yang tidak ingin daerahnya dijadikan TPA.
“Dulu, pernah dikaji di Bojongmangu, bahkan sudah masuk dalam RUTR Bekasi, seluas 30 hektare, tetapi baru dalam perencanaan masyarakat sudah menolak, akhirnya dibatalkan lagi. Padahal, sudah disiapkan dana Rp14 miliar, guna pembebasan lahan 30 hektare,” ucapnya.
Dana tersebut, katanya, sempat akan dialihkan untuk perluasan TPA Burangkeng, namun terbentur dengan rencana umum tata ruang (RUTR) Kabupaten Bekasi, nomor 12 tahun 2011, yang mengatur sampai 2030, bahwa dalam Perda berbunyi peruntukan TPA Burangkeng luasnya 11 hektare. Hal tersebut mengunci perluasan lahan TPA Burangkeng hingga 2030.
“Tidak akan ada perluasan lahan TPA Burangkeng, jika Perda tidak diubah. Kuncinya ubah satu pasal saja, dalam Perda RUTR, jika benar ada iktikad baik Pemerintah untuk melakukan perluasan lahan TPA Burangkeng. Itu pun lahan bisa ada bisa juga tidak,” tandasnya.
Artinya, jika ganti untung lahan pasti ada. Jika ganti rugi, maka jangan harap, karena sudah ada contoh untuk kepentingan negara, pembebasan lahan tol di Desa Burangkeng, negara memberi ganti, mulai dari Rp800 ribu sampai Rp2 juta per meter.