Sanggar Bumi Gora Lestarikan Budaya NTB di TMII 

Editor: Koko Triarko

“Anak-anak yang asli dari NTB paling dua orang, selebihnya dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka sangat antusias belajar nari khas NTB, dan diharapkan makin mencintai ragam budaya daerah,” tandasnya.

Mereka berlatih menari di Anjungan Nusa Tenggara Barat TMII, setiap Sabtu dan Jumat pukul 13.00-16.00 WIB. Mereka juga sering tampil di berbagai acara yang digelar TMII.

Sanggar Bumi Gora juga pernah tampil di Istana negara, kantor kementerian pariwisata, mal dan ke luar kota. Seperti di Surabaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumaera Utara, Lampung, Riau, Jambi, dan kota lainnya.

Sanggar Bumi Gora berdiri sejak 1991. Pesertanya tercatat sudah mencapai ratusan orang, berasal dari berbagai daerah dan sekolah di sekitar Jakarta.

Nama Bumi Gora, jelas dia, mengambil istilah Gora atau Gogo Rancah, yang melejit di masa pemerintahan Presiden Soeharto, dengan sebutan NTB sebagai Bumi Gora, tepatnya pada 1988.

Dahulu, masyarakat Lombok menanam padi di lahan tandus, berbukit-bukit. Tanahnya dilubangi pakai kayu, lalu bibit padinya dimasukkan ke lubang tersebut.

Meskipun tanahnya tandus, tapi panen padinya bagus. Lombok pun menjadi penghasil padi terbesar. Kemudian Lombok dinamakan Bumi Gora.

“Sanggar Bumi Gora ini diharapkan bisa melestarikan budaya khas NTB lebih membumi di seluruh Indonesia dan dunia,” ujar pria kelahiran 46 tahun, tersebut.

Tri berharap, ke depan TMII lebih banyak iven yang melibatkan diklat seni setiap anjungan. Seperti halnya di zaman pemakarsa TMII, Ibu Tien Soeharto dan Pak Harto. Yang banyak melibatkan diklat-diklat seni anjungan tampil bareng dalam sebuah acara.

“Zaman Ibu Tien dan Pak Harto, kegiatan seni banyak ada kolaborasi tampil bareng antarsanggar. Kalau sekarang, jarang. Ya, memang sih masih ada, tapi jarang,” tukasnya.

Lihat juga...