Perjanjian Swastanisasi Air di Jakarta Tidak Adil
Editor: Mahadeva
Selanjutnya, opsi pemutusan kontrak sepihak. Opsi tersebut disebut Nila, juga bukan opsi yang realistis dari kajian legal dan pelayanan. Opsi mengakibatkan biaya terminasi yang besar, sebagaimana yang tercantum di dalam PKS, yaitu Rp1 Triliun lebih. “Maka opsi yang akan kami sarankan adalah pengambilalihan pengelolaan melalui tindakan perdata,” jelasnya.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Tatak Ujiyati, menjelaskan, ada tiga alternatif cara menyelesaikan persoalan tersebut. Pertama, pembelian saham 100 persen, dengan nominal PT Aetra Air Jakarta sebesar Rp1,3 triliun dan PT PAM Lyonnaise Jaya sebesar Rp650 miliar. Dengan pengambilalihan pembelian saham, artinya Pemprov DKI Jakarta harus menanggung utang milik Aetra Air Jakarta kepada bank sebesar Rp2,1 triliun. Sehingga opsi tersebut menurut Tatak, agak sulit terlaksana.
Pilihan kedua dari pengambilalihan secara perdata, yakni dengan penghentian perjanjian kerja sama secara sepihak antara PD PAM Jaya dengan dua perusahaan swasta. Namun pemutusan itu juga memiliki konsekuensi denda sebesar Rp2 triliun.
Cara pengambilalihan secara perdata terakhir, yakni dengan pengambilalih sebagian Water Treatment Plan (WTP) atau Instalasi Pengelolaan Air (IPA) oleh PD PAM Jaya. Cara ini dinilai Tim Evaluasi yang paling aman, tetapi memerlukan negosiasi yang tidak mudah dengan Aetra dan Palyja.