Ketua KY: Hakim Dilarang Berpolitik
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Ketua Komisi Yudisial (KY), Jaja Achmad Jayus, mengatakan sebenarnya larangan hakim berpolitik memang sudah diatur dalam UU dimana hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik, dan surat keputusan bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Karena itu, Surat Edaran Dirjen Badilum (Badan Peradilan Umum) ini hanya memberi penekanan kepada para hakim agar tidak menunjukkan sikap dukungan atau keberpihakan terhadap partai politik atau paslon tertentu dalam konstestasi Pemilu 2019 ini,” kata Jaja di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Yang jelas, lanjutnya, di luar hakim peradilan umum, yakni hakim peradilan agama dan hakim tata usaha negara (TUN) juga tidak diperbolehkan berpolitik karena UU dan KEPPH memang melarangnya,
Jaja menyarankan jelang Pemilu 2019 agar para hakim menunjukkan keteguhannya dalam menjaga sikap netral terutama di media sosial. Terlebih, KEPPH sejak awal melarang hakim memihak salah satu pihak yang berperkara di pengadilan, bahkan hakim dilarang memberi kesan keberpihakan.
“Meski begitu, terkait pilihan terhadap calon-calon yang berkontestasi dalam Pemilu 2019 merupakan hak masing-masing hakim sebagaimana warga negara lain. Akan tetapi, sangat diharapkan para hakim tidak menunjuk dukungan kepada publik. Karena perkara sengketa atau pidana pemilu akan diadili oleh para hakim di pengadilan negeri dan TUN,” ungkapnya.
Menurutnya, jika hakim memperlihatkan kecenderungan pilihan politiknya pada publik termasuk melalui media sosial yang dapat diakses publik pada akhirnya dapat menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.