Hujan, Produksi Karet Menurun
Editor: Mahadeva
LAMPUNG – Petani karet di Desa Kelaten, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan (Lamsel) merasakan dampak curah hujan yang tinggi.
Subandi, salah satu petani penanam karet menyebut, saat musim hujan, produktivitas karet terganggu. Air hujan yang tertampung di mangkok penampung getah, menjadikan produksi dan kualitas getah (lateks) menurun. Upaya meminimalisir penurunan kualitas getah karet, Subandi harus mengeluarkan biaya ekstra. Biaya dikeluarkan, untuk membeli alat pelindung hujan (rainguard) seharga Rp1.000 perunit.
Petani yang memiliki 2.000 batang tanaman karet tersebut, bahkan harus membeli zat kimia untuk menggumpalkan karet. Zat kimia jenis Deorub K, untuk penggunaan di 500 pohon, harus dibeli Rp50.000. “Biaya untuk operasional pemanenan karet memang lebih banyak saat tiba musim penghujan, saat kemarau bisa lebih efesien, karena tidak membutuhkan pelindung hujan dan zat kimia pembeku, tetapi sayang jika getah karet tidak dipanen,” terang Subandi saat ditemui Cendana News, Senin (11/2/2019).
Hasil panen saat musim hujan disebut Subandi bisa menurun hingga 30 persen, bila dibandingkan dengan musim kemarau. Panen di awal Februari ini, setiap pohon hanya mendapat tujuh kilogram getah karet. Saat musim kemarau, dengan kualitas getah karet yang bagus, ia bisa mendapatkan hasil 10 kilogram. Kualitas karet yang menurun, juga mempengaruhi harga. Getah yang biasanya dihargai Rp8.000 perkilogram, kini hanya mencapai Rp5.000 perkilogram.
Ia menyebut kualitas bibit karet yang ditanam merupakan hasil bibit yang diperoleh dari wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan. Jenis bibit yang digunakan merupakan bibit jenis three in one (satu batang hasil penggabungan tiga bibit). Tiga bibit usia tiga bulan, disatukan dengan metode okulasi sehingga menghasilkan satu bibit. Hasilnya, dari penanaman bibit pohon karet tersebut, bisa menghasilkan getah karet yang lebih banyak.