Tiga Lelaki di Alas Melas

CERPEN NURILLAH ACHMAD

“Itu juga diucapkan Rustam. Kau ini lelaki, Randu. Tak pantas jadi pengecut. Alas Melas sudah ada ratusan tahun lalu. Setidaknya mati di sini lebih berharga daripada hidup bahagia di tempat lain.”

“Hidup dengan mayat-mayat, begitu? Dengan melihat tubuh-tubuh manusia membusuk, dikerumuni ulat, lalu kita ikut mati? Inikah yang harus dipertahankan, Wak?”

“Randu!” Sanusi hendak menampar, tetapi Randu Agung sigap menahan.

“Jangan salahkan aku kalau aku pergi dengan membawa separuh ketela ini. Aku juga ingin bertahan hidup. Kalau soal ibu dan Alas Melas, aku rasa Tuhan lebih tahu daripada engkau, wahai petuah yang aku hormati.”

Randu menghempas tangan Sanusi amat keras. Kendati tak bermaksud menyakiti, Sanusi tersungkur dengan kepala membentur tiang bambu penyanggah gubuk. Beruntung dia tak mati. Hanya pingsan barang sebentar.

Sesadarnya, ia mendapati Jumari telah meninggal. Tak lagi ada siapa-siapa yang hidup kecuali dirinya sendiri. Bersama kedua pohon beringin yang menggugurkan seluruh dedaunan.

Daun-daun itu pun terbang menutupi semua mayat. Termasuk tubuh Sanusi yang mulai demam, serta kakinya yang pelan-pelan tak bisa lagi digerakkan. ***

Nurillah Achmad, alumni TMI Putri Al Amien Prenduan. Tinggal di Jember, Jawa Timur.

Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Karya belum pernah tayang di media mana pun baik cetak, online, juga buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.

Lihat juga...